Home > Tulisan > Aristeri Omada

Aristeri Omada

January 18th, 2021

Kita berpikir, mengapa manusia hidup dalam keadaan yang berbeda-beda dimana perbedaan itu nampak ada dan nyata bentuknya, terlihat oleh angka dan terasa oleh indra. Namun pernahkah kita memikirkan perbedaan yang dimaksud itu bukan terletak pada perbedaan finansial, bukan perbedaan posisi dan bukan pula perbedaan status sosial. Lantas perbedaan seperti apakah yang sedang dibicarakan ini ? Maka jawabanya ada dalam nalar yang berada dalam tempat gelap gulita.

 

Terkadang kehidupan pelik ini menggembirakan karena kita bisa menikmati anugerah dari Tuhan dengan mahakaryanya bisa menciptakan satu wujud yang penuh makna dan tanya. Tentu saja manusia.
Lalu apa yang kita pikirkan mengenai manusia ? Penulis berpikir manusia adalah mahluk sosial, karena secara wujud manusia memiliki alat yaitu nalar untuk berpikir, akal sehat yang dijaga oleh kewarasan, juga memiliki indra yang mampu terkonek dengan akal, serta memiliki semua alat interaksi yang mampu berkomunikasi dengan baik.

 

Mesin Waktu Bicara
Berbicara alat, kita akan melakukan perjalanan jauh melewati dimensi waktu. Dimana manusia tinggal di gua-gua, kita bisa membayangkan manusia dalam bertahan hidup menggunakan batu sebagai alat pertahanan juga sebagai alat berburu. Human society 1.0 ini mencari makan menggunakan alat sederhana untuk memproduksi makanan sendiri juga untuk memproduksi pakaiannya sendiri. Kita sebut saja alat itu sebagai alat produksi. Kehidupan masyarakat yang masih primitif dan mengandalkan hasil perburuan.

 

Mari kita berjalan maju, kita akan melihat masyarakat sudah berkembang dengan bercocok tanam yang sering kita sebut dengan zaman perunggu (6000SM-1000SM). Pada zaman itu masyarakat sudah mulai mengenal besi karena ditemukannya peleburan perunggu dan besi, dan inilah alat produksi yang sekarang sudah menjadi besi dan mulai dikenal roda dan menggunakan kuda pun ada pada zaman ini.

 

Dimensi Gelap
Jika kita maju lagi maka kita akan dihadapkan dengan abad pertengahan, dimana status kepemilikan dan status kekuasaan dimiliki oleh segelintir orang yang disebut bangsawan, dan penguasa. Adanya kepemilikan tanah, adanya imbalan jasa, adanya tenaga kerja. Yang memberi imbalan hidup bermewahan, yang berkerja hidup kecukupan, yang menjadi budak serasa hidup enggan mati tak mau.
Tentu saja jika kita berbicara alat untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, sudah bervarian di era ini. Apakah ada kejanggalan ? Tentu saja dengan adanya penghisapan dan perbudakan, seolah-olah manusia itu hanya dilihat dari segi finansial dan status sosialnya. Hilangnya sifat manusiawi dengan adanya suatu perbudakan.

 

Pertentangan
Mari kita melaju sedikit sebih cepat dimana zaman ditemukannya mesin uap pada tahun 1736, yang berdampak pada sebuah era masyarakat pada zaman tersebut. Era industri inilah yang mencatatkan sebuah sejarah pertentangan kelas.
Berbicara pertentangan kelas, dimana pada zaman tersebut kekuasaan modal para bangsawan sangat berpengaruh dan rakyatnya hanya bisa mendapatkan upah setelah bekerja siang malam.

 

Munculnya seorang pemuda bernama Friedrich Engel pada tahun 1848, berbarengan dengan munculnya sistem kapitalisme modern yang ditandai dengan meningkatnya Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita suatu negara.
Bayangkan jika suatu daerah memiliki 2 orang bangsawan dengan jumlah pekerja mencapai 2000 orang, yang terdiri dari pria, wanita, bahkan anak-anak. Semua itu bekerja tanpa batas waktu yang ditentukan.

 

Nihilnya keadilan, telah terjadinya penghisapan tenaga kerja dan eksploitasi manusia. Inilah potret kehidupan masa itu dan filsuf asal Jerman yang hidup dalam pengasingan di London yaitu Karl Marx melabeli ada 2 kelas yaitu Borjuis (yang mengendalikan/menguasai alat produksi), dan Proletar (kaum buruh, tani dan kaum jelata). Maka disinilah awal pertentangan kelas.

Gelombang Jalan
Pada era inilah mulai memantik rasa kepedulian sosial yang terjalin diantara kaum proletar. Dengan membentuk suatu perkumpulan untuk membicarakan bagaimana nasib mereka hari ini dan untuk kemudian hari.

 

Karena kondisi yang memprihatinkan bagi kaum pekerja yang hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan sandang dalam waktu singkat, bahkan belum sampai diberi upah kembali terkadang upahnya habis karena dia harus berobat. Sungguh pelik dan mencekik. Belum lagi ada yang harus kehilangan jarinya jika tergilas mesin karena begitu lelahnya bekerja. Itulah ketidakadilan, dampak dari keserakahan yang menaruh logika hanya di perutnya saja.

 

BELOK KIRI JALAN TERUS
Dalam kondisi penindasan dan penghisapan yang dilakukan oleh pemodal maka melahirkan spektrum politik yang merupakan pengklasifikasian posisi politik yang melahirkan golongan kiri dan golongan kanan.
Berbicara tentang penindasan dan penghisapan, sehingga munculah kata Aristeri Omada yang berasal dari Bahasa Yunani berarti golongan kiri.

 

Kelompok kiri biasanya dihubungkan dengan aliran Sosialisme ataupun Anarkisme yang berlawanan dengan golongan kanan seperti Fasisme ataupun Kapitalisme.

Dalam sudut pandang pemikiran kiri seperti Karl Marx yang menulis buku Das Kapital bersama Friedrich Angel bahwa kaum proletariat harus merebut alat produksi, dan pemikiran kiri yang revolusioner dengan solidaritas, kemanusiaan, dan keadilan sosialnya itu mampu memantik Revolusi Prancis yang menumbangkan feodalisme, serta monarki mutlak sehingga menggugurkan kesakralan mutlak kepala sang Raja serta digantikan dengan prinsip-prinsip Liberte, Egaliter, Fernente (kebebasan, persamaan, persaudaraan).

Dari Alat Produksi Menjadi Revolusi
Dari awal perjalanan waktu kita disuguhkan dengan alat yang dinamakan dengan alat produksi. Manusia tentunya memiliki pencernaan untuk menjalankan metabolisme dalam tubuhnya. Artinya manusia membutuhkan asupan, ya tentu saja manusia butuh makan. Jika dahulu alat produksi itu tombak maka sekarang alat produksi berubah menjadi mesin. Jadi yang memiliki mesin adalah para bangsawan.

 

Sedangkan orang yang kurang beruntung nasibnya harus bekerja jungkir balik. Demi memenuhi persamaan hak sebagai manusia maka terjadilah revolusi. Seperti Revolusi Bolshevik yang dimenangkan para buruh dan petani yang meruntuhkan Kekaisaran Rusia pada masa itu.

 

Yang mengharuskan terjadinya fenomena berdarah-darah dan dijadikan poros revolusi dari Tirai Besi sampai Tirai bambu, dengan Vladimir Lenin di Uni Soviet dan Mao Tse-tung di Tiongkok sehingga terjadinya sebuah Diktator Proletariat. Hingga munculnya sebuah pertanyaan dalam benak penulis, Adakah Revolusi yang Lebih Humanis ?

 

Individu Merdeka
Seorang Mikhail Bakunin berkata “kami yakin bahwa kebebasan tanpa sosialisme adalah hak istimewa, ketidakadilan dan bahwa sosialisme tanpa kebebasan adalah perbudakan dan kebrutalan”.
Penulis memimpikan tentang masyarakat hidup damai tentram tanpa penindasan dan penghisapan, tanpa kontrol dan tanpa intervensi dari pihak manapun, tanpa negara, polisi, dan tentara yang sering melakukan kekerasan terhadap rakyatnya dan memeras upeti yang disebut pajak. Tatanan dunia yang berasaskan persaudaraan manusia yang akan menari dan berdansa bersama diatas lingkungan yang sehat dan bersih tanpa polusi.

 

Kerakyatan
Apa yang terbalut dalam sosialisme ? Kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, solidaritas, dan demokrasi.
Di Inggris ada sebuah varian sosialisme yang disebut Fabian Society, dimana suatu organisasi ini bertujuan untuk memajukan prinsip-prinsip sosialisme demokratis melalui upaya-upaya gruadualis dan reformis dalam demokrasi, bukan dengan cara-cara penggulingan revolusioner.

 

Jika kita berganti wilayah, tepatnya di daratan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik terdapat negeri yang besar dan subur, kala itu bernama Hindia-Belanda, sepertinya saya sedang bercerita tentang Negeri saya sendiri. Bangsa yang besar dengan beracam-macam suku dan budaya ini sedang mengalami fase dimana masyarakatnya terdampak imperialisme dan kolonialisme.

 

Bangsa-bangsa yang tadi saya ceritakan ternyata sedang mengeruk sumber daya alam beserta sumber daya manusianya. Namun di kemudian hari gagasan dan pemikiran anti-kolonial dan imperial dari Negeri Barat sana sampai pada negeri ini. Mulailah masyarakat priyai diperbolehkan untuk menempuh pendidikan dan terbentuknya organisasi Boedi Utomo, sebuah sekolah yang terciptalah cita-cita kemerdekaan bangsa.

 

Di suatu ketika sudah banyak dari mereka para pencetus kemerdekaan. Seperti HOS. Tjokroaminoto seorang bangsawan yang gigih memperjuangkan kemerdekaan, dengan pemikiran sosialsmenya ia mampu menjadi Bapak Bangsa dan anak didiknya mampu menjadi presiden pertama di negeri yang bernama Indonesia. Namun banyak cabang pemikiran yang datang, ada yang berporos pada Revolusi Bolshevik dan ada pula yang memiliki ide kebangsaannya sendiri, adapula yang menjadi ekstrimis islamis.

 

Bangsa yang besar yang mewarisi sebuah tradisi gotong royong. Soetan Sjahrir namanya, ia yang menggagas bahwa kemerdekaan itu harus direbut, bukan hasil pemberian dari penjajah.

Kini pasca merdeka, pergolakan politik berbasis kepentingan kian memanas. Perbedaan manifesto dan sikap politik menjadikan dinamika dan kondisi sosial yang tidak karuan, banyak pemberontakan- pemberontakan yang terjadi.

 

Setelah puncak konflik antara ABRI dan Partai Komunis Indonesia. Rasa-rasanya, negara berubah menjadi menakutkan serta otoriter. Kritik = Mati.

Setelah terjadi depresi ekonomi terjadi reformasi yang melahirkan Komisi Pemilihan Umum dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Rakyat di negeri ini hanya disuguhkan lawakan-lawakan dari politik kekuasaan dan politik golongan, rakyat semakin dibodohi, demokrasi dikebiri, kemanusiaan dihilangkan secara perlahan.

 

Janggal bukan ? Disinilah saya bercerita mengenai arah pandang Sosialisme Kerakyatan yang menjujung tinggi harkat dan martabat manusia, yang berkeadilan, bersolidaritas atas demokrasi. Politik dan ekonomi harus selaras. Tentu saja.
Ujung tombak Revolusi adalah rakyat yang berevolusi. Alat produksi ? Tentu saja harus dimiliki oleh rakyat. Sehingga demokrasi ekonomi dan demokrasi politik harus berjalan secara beriringan.

 

Sampai dimana kita sekarang ? Kita sudah sampai diawal kembali di era modern, dimana Industri 4.0 dan Society 4.0 secara berbarengan. Disinilah era digitalisasi. Alat produksi sudah serba digital. Semuanya memakai network atau internet.

Ini bukan akhir dari cerita tetapi awal dari tantangan yang besar, yang akan berakhir hanya ada di tangan anda sendiri. Bangkit bergerak atau diam tertindas. Melawan atau dibungkam.

 

Gaga

Categories: Tulisan Tags:
Comments are closed.